Saya butuh jawaban, kenapa anda malah bertanya ?

  • 28 April 2017

Pengantar

Mungkin ada yang bertanya di dalam hati:

  • Kenapa pada tulisan-tulisan saya, ada semakin banyak pertanyaan ?
  • Bukankah sebuah tulisan, seharusnya digunakan untuk menjawab atau menginformasikan sesuatu ?
  • Saya butuh jawaban, tapi saya malah temukan pertanyaan, apa gunanya ?

Hipnotisme mengancam pikiran anda

Maaf saya mulai bertanya lagi, bahkan sebelum menjawab pertanyaan di atas. Dan agak panjang, supaya anda tahu gambarannya sedetail mungkin. Tahukah anda, bahwa kemungkinan saat ini anda dalam keadaan terhipnotis ? Bahasan tentang hipnotis hanya akan menjadi salah satu jawaban, dari sekian banyak jawaban. Mohon bersabar, ini sangat penting.

Ilmu hipnotis sangatlah tua. Setua peradaban manusia. Bahkan sebelum “dia” dinamakan hipnotis. Iklan televisi, sinetron, film, kampanye politik, propaganda, proxy war dan sebagainya, sedikit banyak menggunakan varian atau turunan dari hipnotisme. Orator yang hebat, penulis ulung, kreator iklan dan pembuat hoax profesional, biasanya menyertakan unsur-unsur hipnotis dalam karyanya.

Hipnotisme adalah kenyataan yang kita temui sehari-hari. Tak perduli kita tahu atau tidak.

Cara mencuci pikiran anda

Pernah media kita dihebohkan dengan mahasiswa yang diberitakan hilang. Lalu ditemukan, konon dalam keadaan “tercuci” otaknya, oleh aliran tertentu.

Gimana ya cara nyucinya ? apakah pakai sabun colek ? atau deterjen ?

Harap dibedakan dengan hipnotisme instant, seperti gendam.

Yang hasilnya cepat, lunturnya juga cepat.

Yang hendak saya bahas adalah hipnotis yang memiliki efek jangka panjang.

Bahkan efeknya bisa permanen, seumur hidup.

Untuk mencapainya, diperlukan usaha jangka panjang pula.

Yang pertama adalah:

Fase awal, membangun kepercayaan

Agar pengaruh hipnotis bisa masuk. Seseorang harus percaya penuh kepada sang penghipnotis.

Dia akan mengesankan, bahwa dia:

  • Bisa dipercaya.
  • “Saya lebih memahami kamu”, bahkan lebih dari orang tua, keluarga dan teman-temanmu. “Mereka nggak mau ngertiin kamu”.
  • “Kita sahabat, satu jiwa, soulmate”.
  • “Aku di pihakmu”.
  • “Engkau aman bersamaku”.
  • “Aku akan melindungimu”.
  • “Yang terbaik hanya untukmu”.
  • “Kita punya tujuan yang sama, cita-cita yang sama”.
  • “Apapun yang kulakukan, itu demi kamu”.
  • “Aku siap mati bersamamu”.

Akrab dengan kata-kata di atas ? Itu membuktikan bahwa hipnotis dekat dengan kehidupan kita. Bahkan tanpa disadari, kita sendiri pernah melakukannya. Dalam praktek di periklanan, propaganda maupun hoax, bisa lebih puitis, unyu-unyu, profokatif dan bikin baper. Namun jika sangat disederhanakan, intinya hanya sekitar itu. Mengambil hatimu. Itu saja. Jika dipikir-pikir, kata-katanya malah nggak jauh beda, dengan jones yang lagi PDKT.

Fase kedua, membangun kecocokan emosi, “chemistry”.

Jika di fase awal, mungkin anda masih bertanya-tanya, siapa sih orang ini ? Sok akrab banget sih ? Masih ada keraguan, curiga, mendebat kata-katanya. Di fase kedua, semua itu sudah lenyap. “Dia” membenci yang anda benci, menyukai yang anda sukai. Sebaliknya “dia” juga mulai mengajak anda membenci yang “dia” benci, menyukai yang “dia” sukai. Anda ikut tersinggung jika “dia” dihina. Dan ikut senang jika “dia” dipuji. Dan “dia” pun juga begitu.

Bahkan anda bisa lebih militan dari pada sang penghipnotis. Saat “chemistry” sudah kena, jika anda pintar, mungkin akan tetap pintar. Tapi rasionalitas anda mulai jauh berkurang. Khususnya jika menyangkut “sang idola”. Anda telah jatuh cinta !

Ketika sedang jatuh cinta, saat orang lain dengan jujur dan tulus mengingatkan anda, bahwa mungkin anda telah “tersesat” tiba-tiba anda bisa mengeluarkan seluruh ilmu dan kemampuan anda. Mencari dalih apapun yang masuk akal, ilmiah, bahkan dalil agama. Untuk membuktikan bahwa “sang idola” tetap yang terbaik.

Sampai di sini pembaca ada yang mulai ragu, masak sih itu fase-fase hipnotis ? Kok lebih mirip fase-fase pacaran ?

ANDA BENAR ! Memang mirip. Beberapa psikolog mengatakan, ketika dua orang sedang jatuh cinta, sebenarnya TANPA SADAR, masing-masing orang melakukan selfhypnosis ( menghipnotis diri sendiri ). Lalu saling menghipnotis satu sama lain. Ditambah dengan munculnya reaksi kimia di otak, yang lebih sering dari sebelumnya. Itu pula sebabnya, ketika masa-masa awal “jadian” segala sesuatu bisa sangat menggetarkan.

Dua-duanya sebenarnya sedang “gila”, tidak sadar. Penyair Arab menyebutnya majnun. Lalu saat sudah menikah beberapa tahun, kadang ada yang bertanya kepada dirinya sendiri, seolah kaget dan baru sadar, “Kok, bisa-bisanya ya ? saya nikah sama dia? ” Jawabnya gampang: proses selfhypnosis dan saling hipnotis telah berhenti. Ada yang berhentinya sangat cepat, ada yang sangat lambat.

Mungkin akan saya jelaskan lain waktu. Karena sangat panjang. Yang membedakan orang jatuh cinta dengan hipnotis yang saya jabarkan di sini adalah: Proses jatuh cinta DUA-DUANYA “tidak sadar”. Sedangkan fase kedua di sini adalah, penghinoptis SADAR SEPENUHNYA. Hanya ANDA SENDIRI yang tidak sadar. Tipis sekali bedanya. Pacaran adalah interaksi dua arah. Fase kedua yang saya jabarkan ini HANYA SATU ARAH.

Fase ketiga, anda adalah PION, dan anda sangat bangga !

Selamat, anda telah terhipnotis secara permanen. Di tahap ini, anda sudah bersedia melakukan apapun keinginan “sang idola”. Sesungguhnya hidupmu dan matimu, jika sebelumnya hanya untuk Allah SWT, sekarang hanya untuk “sang idola”. Musyrik ? Sudah pasti.

Hipnotis tidak jelek

Jika rajin mengamati sekitar. Fenomena ini bisa terjadi di mana saja. Bahkan di suatu lembaga atau organisasi, bahkan perusahaan. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa hipnotis itu jelek. Seperti pisau, bisa digunakan untuk mengupas buah, juga bisa untuk melukai orang. Baik atau jelek tergantung penggunaanya.

Metode-metode mirip hipnotis juga digunakan untuk kebaikan, seperti di dunia medis. Ada yang susah ditangani secara medis biasa, akhirnya digunakan hipnotis. Yang saya dengar kalangan medis menyebutnya hypnosis. Dan tidak ketinggalan, di dunia militer. Untuk membangun mental prajurit, agar setegar batu karang. Tak tergoyahkan.

Yang ingin saya sampaikan adalah, karena hipnotis bisa juga digunakan untuk hal-hal jelek, maka waspadalah !

Saya CEGAH tulisan saya mengHIPNOTIS anda

Lebih sederhana tentang hipnotis :

Anda pernah nonton film kan ? Pasti pernah dalam hidup kita, ada film yang benar-benar merasuk ke dalam jiwa anda. Anda bisa tertawa, menangis, emosi dan masih mengingat film itu untuk waktu yang panjang. Intelektualitas anda masih ada, rasionalitas anda masih ada. Tapi hanya berada di level yang sangat rendah, untuk memastikan, anda tetap sadar dan menikmati film itu. Saat menonton film, dengan sukarela dan ikhlas anda memasuki fase pertama dan kedua hipnotis, dalam waktu kurang dari dua jam.

Hebat kan ? Sampai di lain waktu anda “terjaga”. Oh iya, ini kan cuma film. ( Efek yang sama juga bisa dirasakan oleh pembaca novel, pendengar musik dll )

Berlatih

( Peringatan: jangan dipraktekkan, hanya untuk ilustrasi )

Coba di lain waktu, anda nonton film lagi. Carilah film yang anda yakini bisa “membius” anda.

Saat film di mulai, cobalah untuk nyinyir. Colek penonton di kiri atau di kanan anda. Terus ngomong, misalnya :

  • ” kok musiknya gitu ya? nggak cocok kan?”
  • “ah, dia mah gitu, aktingnya kurang dihayati”
  • “kok jadi gini alur ceritanya? nggak masuk akal !”

Kira-kira apa yang terjadi ? Jika penonton lain sabar, mungkin anda akan dipelototi semua orang, dengan ekspresi yang sangat jengkel. Jika tidak sabar,mungkin ada yang memanggil satpam agar anda diseret keluar. Berteriaklah, “Lebay amat sih, kalian ! Ini kan cuma film ! Dasar orang kampung semua ! Norak !”. Lalu terjadilah keributan yang lebih besar.

Yang lebih sederhana, saat nonton tivi bersama di rumah. Untuk yang ini mungkin kita pernah dengar cerita. Tentang orang yang komen apa bae saat nonton tivi. Membuat orang jadi males nonton tivi jika ada dia. Bisa juga dicoba saat pertunjukan teater atau musik klasik.

Berlatih dengan serius, sepenuh hati 1

Yang lebih aman, berlatihlah saat sendirian. Cukup di dalam hati. Pastikan anda mengkritisi apapun. Baik tulisan, musik, film, apapun yang mengundang minat anda. Temukan kelemahannya, kekurangannya, kejelekannya. Mulailah dari tulisan, musik, film atau tokoh yang anda benci. Ini akan sangat mudah. Lalu meningkat ke yang netral, tidak suka tapi juga tidak benci.

Tingkatkan lagi ke tahap yang paling sulit, yaitu mengkritisi hal-hal yang anda percayai. Anda cintai, anda hormati. Ini sangat merusak zona nyaman anda. Sedikit sekali yang berhasil di tahap ini. Jika anda bisa, anda hebat.

Berlatih dengan serius, sepenuh hati 2

Kini urutannya di balik.

Temukan kebaikan, keunggulan, kehebatan dari apapun. Mulailah dari hal-hal yang anda cintai. Ini sangat mudah. Lalu meningkat ke yang netral. Terakhir seperti sebelumnya, temukan kebaikan, keunggulan dan kehebatan dari hal-hal yang anda benci. Ini juga sangat merusak zona nyaman anda. Kejujuran diri benar-benar diuji di sini. Yang berhasil di level ini jaaauuuh lebih sedikit dari latihan yang sebelumnya. Berjuanglah !

Berlatih menurut tuntunan agama

Untuk melindungi dari hipnotis buruk, banyak yang menyarankan agar kita lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Namun di dunia nyata, ada beberapa kebingungan. Karena ada beberapa kejadian, di mana korban hipnotis adalah orang yang sangat teguh beribadah. Paling tidak di dalam pandangan manusia.

Sekedar opini, silahkan dikoreksi jika kurang benar. Saran untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, logis dalam hal:

Ketika setiap detik, setiap saat di dalam pikiran kita hanya fokus kepada Sang Pencipta, tentunya fase satu dan fase dua hipnotis mustahil masuk. Karena fase satu dan fase dua butuh interaksi dari pikiran kita. Sedangkan pikiran manusia yang fokus kepada Sang Pencipta, tentunya tidak mudah loncat ke luar fokusnya. Keadaan pikiran yang stabil seperti ini, hanya orangnya sendiri dan Sang Pencipta yang tahu. Tidak bisa dinilai dari pandangan mata manusia.

Perkenankan saya mengutip sebuah kisah dari Agama Islam. Para Pakar Agama Islam mohon koreksinya, jika ada yang salah:

Rabi’ah Al Adawiyah, Al Muhibbun, Al Arifun, Al Washilun.

ketika ditanya apakah ia membenci setan ?

Ia menjawab, “Aku mencintai Tuhan, tetapi aku tidak membenci setan.

Cintaku bagi Tuhan, tidak menyisakan ruang sekecil apapun dihatiku

untuk mencintai atau membenci selain-Nya.”

Sumber: Ungkapan Seorang Pencinta

Kita bisa meyakini, dengan fokus pikiran seperti beliau ini, jika beliau hidup di jaman sekarang, setitikpun pikirannya tak akan goyang. Biarpun menghadapi sihir, hipnotis, propaganda, proxy war, apalagi cuma hoax. Sampai di sini saya mohon maaf. Tidak bisa menjabarkan terlalu jauh. Pengetahuan saya sangat dangkal. Mohon berkonsultasi dengan tokoh agama anda masing-masing.

Hipnotis, tentang kenikmatan tanpa jeda

Di luar pertunjukkan, saya sendiri akan berpikir panjang, jika harus mengatakan: “Ini kan cuma teater ! Cuma musik ! Cuma film”. Apalagi berteriak seperti itu saat pertunjukkan berlangsung. Otak kita, alaminya adalah pencari kenikmatan. Dia akan berpikir aktif saat kenikmatan sedang dikejar. Lalu sedikit demi sedikit menjadi pasif, bahkan bisa pasif total, saat proses “menikmati” sedang berlangsung. Itu juga bisa terjadi saat anda mendengarkan musik, mendengarkan ceramah, membaca tulisan, bahkan membaca hoax.

Ada kalanya anda bisa sensi, marah, atau nangis bombay ketika musik, ceramah, tulisan atau hoax, benar-benar menyentuh perasaan anda. Di sini sebenarnya sangat jelas. Yang sedang DOMINAN adalah PERASAAN anda. Walaupun pikiran anda masih terjaga. Jeda atau berhenti sejenak atau gangguan, bisa menghancurkan kenikmatan itu. Reflek otak kita akan mencari cara untuk melenyapkan sumber gangguan. Sialnya, sikap alami otak yang seperti ini, memuluskan hipnotis untuk bekerja.

Tujuan saya menyelipkan pertanyaan di dalam tulisan:

Sabar ya, sudah mulai dijawab nih.

Memberi jeda, titik henti untuk pikiran anda

Bukan bermaksud mengganggu kenikmatan anda. Namun untuk menjaga level pikiran anda, tidak ngedrop. Menjadi pasif, jangan sampai “terhipnotis”, “tercuci” otaknya. Oleh tulisan saya. Karena sejatinya itu akan mengurangi manfaat, baik dari sisi penulis maupun pembaca.

Saya berharap anda tetap aktif, interaktif, reaktif bahkan “hyperaktif”. Mengapa ? Karena saya menulis bukan hanya untuk “mengajar”. Tapi saya juga ingin BELAJAR dari pembaca. Saya butuh feedback, umpan balik. Karena saya yakin tulisan saya TIDAK SEMPURNA. Interaksi antara penulis dan pembaca, akan bermanfaat untuk kedua belah pihak.

JEDA dibutuhkan untuk menjaga otak anda tetap aktif. JEDA membantu anda melawan hipnotis model apapun.

Saya ingin membedakan tulisan saya dengan hoax

Penulis hoax, biasanya memposisikan tulisannya sebagai kebenaran. Hanya dia yang benar. Tidak ada kebenaran lain. Memang ada pertanyaan, tapi retoris. Untuk menambah tensi tulisan. Memang ada pertanyaan, tapi sedikit. Bukan bermaksud agar pembaca tetap terjaga, tapi lebih sering ditujukan kepada pihak yang sedang difitnah. Sambil meyakinkan pembaca bahwa pertanyaan itu tidak akan dijawab, atau sejenis itu. Ya jelas nggak akan dijawab, yang ditanyai bukan yang bersangkutan.

Hoax dengan halus bisa “memaksa” dan “mengancam” pembaca, agar tidak punya pilihan lain, selain percaya. Saya mengajukan pertanyaan. Agar pembaca kritis pada setiap kalimat yang saya tulis. Jika hal itu membuat pembaca meragukan tulisan saya, no problem. Saya akan sangat bangga, karena tulisan saya dibaca oleh orang yang cerdas. Yang mungkin berkenan menegur saya, agar lebih baik.

Hoax takut diuji. Hoax menghindari pertanyaan kritis. Hoax membenci perbedaan pendapat. Hoax membenci keraguan pembacanya.

Saya tidak mau menjadi penulis hoax. Apakah anda mau ?

Banyak hal yang belum saya ketahui

Ada kalanya, setelah riset data sampai mentok, saya tetap tidak menemukan jawaban. Tidak ada pilihan selain meminta belas kasihan dari pembaca. Siapa tahu ada rejeki, ketemu jawabannya.

Mengundang opini yang berbeda

Sepanjang yang saya amati, buzzer sosial media, umumnya ALERGI dengan perbedaan pendapat. Dan itu wajar. Malah bukan buzzer namanya, jika bisa menerima keragaman pendapat. Efek positifnya, mereka bisa mendapatkan follower yang sangat banyak. Tentu dari yang sepaham. Mereka akan dianggap sangat cerdas, sangat berani. Tentu oleh kelompoknya sendiri.

Tapi di pihak lawan, atau di pihak netral, jangan harap ! Sudah untung jika tidak digunakan sebagai lelucon atau bahan “bully”an. Efek negatifnya, mereka TIDAK BERKEMBANG. Sudah mentok di situ saja. Nyaman dengan statusnya sebagai selebriti sosial media. Ketika mereka diminta menganalisa sesuatu dengan utuh dan netral. Tiba-tiba menjadi gagap. Ketika peta perpolitikan berubah, kalang kabut menyesuaikan diri. Cari muka ke majikan baru.

Saya memilih untuk TIDAK menjadi buzzer. Saya menulis dengan harapan, ada yang memberikan saran perbaikan. Kritik dan nasehat. Saya ingin berpikir untuk jangka waktu yang sangat panjang. Lepas dari sekat-sekat dan kepentingan politik sesaat. Karena sehebat apapun tokoh, sedahsyat apapun gelora politik. Itu semua PASTI BERLALU.

Padahal kita WAJIB mewariskan yang TERBAIK, untuk generasi masa depan. Bukan sekedar harta yang bisa rusak atau dicuri. Bukan wawasan politik yang sempit atau kebenaran semu. Yang tak tahan uji oleh waktu.

Apakah yang akan kita wariskan ?

  • Permusuhan atau persahabatan ?
  • Kebencian atau kebijaksanaan ?
  • Wawasan yang utuh atau hoaxnya buzzer ?

Apapun yang kita pilih. Itu semua bisa kita wariskan dalam bentuk tulisan. Dengan mengundang opini yang berbeda, setiap penulis bisa TERUS memperbaiki tulisannya, memperbaiki DIRInya. Dengan demikian, mereka bisa menyakinkan dirinya sendiri, bahwa tulisan mereka akan tetap relevan. Sekalipun di baca puluhan atau ratusan tahun lagi. Saya rela dibenci dan dimusuhi, jika itu prasyarat, jika itu ujian, agar orang lain bisa menemukan kebenarannya sendiri.

Anda bisa mengolahnya sendiri

Selain menghidangkan tulisan yang “siap saji”. Pertanyaan saya juga memberi peluang kepada pembaca, untuk mengolah sendiri informasi dari saya. Sesuai dengan cara berpikir dan sudut pandang masing-masing. Tentunya dengan harapan, para pembaca berkenan membagikannya lagi kepada saya. Tentu saya juga “kepo”, mencicipi “resep” yang sama, tapi dimasak dengan cara yang berbeda.

Anda bisa mendapatkan yang lebih baik

Saya cukup sering mengatakan kepada orang lain, juga kepada beberapa murid saya:

“Silahkan pertimbangkan pendapat saya, tapi jangan langsung percaya”.

“Cari dan temukan sendiri kebenarannya”.

“Semoga kalian mendapatkan kebenaran yang lebih tinggi, kebenaran yang lebih agung, dari yang saya ketahui”.

Dulu saat saya mengajar komputer. Murid saya menanyakan cara mengerjakan sesuatu.

Alih-alih langsung menjawab, saya berkata:

“Maukah kamu ? Saya beritahu sebuah cara, yang membuat kamu lebih pandai dari saya, dalam waktu kurang dari enam bulan ?”

Tentu saja murid-murid saya menjawab MAU !

“Ini, begini cara mengerjakannya, ini cara saya”

“Kamu sudah mendapat satu cara, dari saya”

“Di luar pelajaran ini, tanyakan pertanyaan yang sama,

kepada “orang-orang komputer” yang kemampuannya sama dengan saya, kalau bisa yang lebih tinggi”

“Tanyakan ke sebanyak mungkin orang !”

“Mulai hari ini sampai enam bulan ke depan”

“Setiap cara, setiap teknik, setiap rumus, tanyakan !”.

Enam bulan kemudian, murid-murid saya sadar. Di dalam penggunaan komputer, untuk mencapai hasil yang sama, bisa menggunakan banyak sekali cara. Tapi yang lebih penting buat saya, mereka menjadi benar-benar jauh lebih pandai dari saya. Mengetahui lebih banyak dari saya, dalam waktu yang singkat.

Tidak ada yang lebih membahagiakan saya sebagai pengajar, selain melihat murid-murid saya, MELAMPAUI saya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Saya bisa belajar dari murid-murid saya. Dan saya tak akan pernah kehabisan guru. Tak akan pernah kehabisan sumber pengetahuan.

Saya berusaha sebaik mungkin, agar tulisan saya memberi informasi yang bermanfaat kepada pembaca. Tapi saya hanyalah manusia biasa. Selalu ada kemungkinan, bahwa tulisan saya kurang benar, kurang valid, kurang sempurna. Dengan menambahkan pertanyaan di tulisan saya. Semoga bisa membantu pembaca MENDAPATKAN LEBIH daripada yang mampu saya berikan.

Aamiin.

Berjuang untuk normal Menulis, sebuah perjalanan memaknai diri